Sabtu, 14 Januari 2012

percobaan bunuh diri



BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG

Setiap kehidupan yang dialami manusia selalu mengalami fluktuasi dalam berbagai hal. Berbagai stressor baik fisik, psikologis maupun social mampu mempengaruhi bagaimana persepsi seorang individu dalam menyikapi kehidupan. Hanya individu dengan pola koping yang baik yang mampu mengendalikan stressor-stressor tersebut sehingga seorang individu dapat terhindar dari merilaku maladaptive. Selain faktor pola koping,faktor support system individu sangat memegang peranan vital dalam menghadapi stressor tersebut.Individu yang mengalami ketidakmampuan dalam menghadapi stressor disebut individu yang berperilaku maladaptive, terdapat berbagai macam jenis perilaku maladaptive yang mungkin dialami oleh individu, dari yang tahap ringan hingga ke tahap yang paling berat yaitu Tentamen suicide atau percobaan bunuh diri. Menurut ahli, Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Seorang individu yang mengalami tentamen suicide biasanya mengalami beberapa tahap sebelum dia melakukan percobaan bunuh diri secara nyata, Pertama kali biasanya klien memiliki mindset untuk bunuh diri kemudian biasanya akan disampaikan kepada orang-orang terdekat. Ancaman tersebut biasanya dianggap angin lalu, dan ini adalah sebuah kesalahan besar. Selanjutnya klien akan mengalami bargaining dengan pikiran dan logikanya, tahap akhir dari proses ini biasaya klien menunjukan tindakan percobaan bunuh diri secara nyata.Keperawatan kegawatdaruratan dalam kasus tentamen suicide berfokus pada penanganan klien setelah terjadinya upaya nyata dari klien yang melakukan percobaan bunuh diri sehingga tidak berfokus pada aspek psikologi dan psikiatri dari klien dengan tentamen suicide.

2.      TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan tugas keperawatan kegawatdaruratan ini adalah :
Ø  Menjelaskan tentang pengertian bunuh diri
Ø   Menjelaskan faktor penyebab bunuh diri
Ø  Menjelaskan tipe bunuh diri
Ø   Menjelaskan patofisiologi kasus bunuh diri
Ø  Memberikan gambaran pathway pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri.
Ø  Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri
3        RUMUSAN MASALAH
·         Apakah pengertian dari bunuh diri ?
·         Apakah yang menjadi faktor penyebab bunuh diri ?
·         Apakah tipe bunuh diri ?
·         Bagaimana patofisiologi kasus bunuh diri ?
·         Bagaimana pathway percobaan bunuh diri ?



BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN
TENTAMEN SUICIDE
1.      DEFINISI
Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja.(Haroid.Kaplan& Berjamin Sadock,1998).
Bunuh diri adlah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan(Budi Anna kelihat 1991)
Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra J. Sundeen, 1998).
Bunuh diri adalah perbuatan menghentikan hidup sendiri yang dilakukan oleh individu itu sendiri atau atas permintaannya. Setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian(Gailw.Stuart,KeperawatanJiwa,2007)
Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa &Psikiatri, 2004)Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif à sering terjadi pada remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997)
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan orang lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini sama dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa, menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata, Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan segala macam cara.

2.      ETIOLOGI

Penyebab perilaku bunuh diri dapat dikategorikan sebagai berikut :

v  Faktor genetic

Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya. Namun, “kecenderungan genetik untuk bunuh diri sama sekali tidak menyiratkan bahwa bunuh diri tidak terelakan” kata Jamison.Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak. miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.

v  Faktor kepribadian.
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu

v  Faktor psikologis.
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.

v  Faktor ekonomi.
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.



v  Gangguan mental dan kecanduan.
Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah tidak bisa bekerja dengan baik.
Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per 100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa dielakan.

3.      JENIS TENTAMEN SUICIDEj
Jenis tentamen suicide antara lain :

Ø  Ancaman Bunuh Diri.
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Ø  Upaya bunuh diri.
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.
Ø  Bunuh diri.
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.


4.      PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari tentamen sucicide tergantung dari tipe percobaan bunuh diri yang dilakukan pasien, tindakan yang paling umum dilakukan klien dalam upaya bunuh diri adalah dengan sengaja mengonsumsi zat aditif atau bahan beracun, memutus nadi pergelangan tangan, penenggelaman, dan lain sebagainya.
Pada intoksifikasi zat beracun, Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia ke dalam tubuh seorang manusia yang menimbulkan efek yang bersifat merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada 2 macam insektisuda yang paling benyak digunakan dalam bidang pertanian pada pembasmian hama :

a.       Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
b.      Isektida fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti golonganIHK.
Macam-macam IFO adalah malathion ( Tolly ).
Paraathion,diazinon,Basudin,Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate.Salah satu contoh gol.carbamate adalah baygon.
IFO bekerja dengan cara menghabat ( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase tubuh ( KhE).Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid( AKH ) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejal;a ransangan Akh yang berlebihan ,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )
Pada keracunan IFO ,ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel ) ,sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible ).Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan:
ü  Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan keringat,pupil,bronkus dan jantung.
ü  Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.
ü  SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-kejang(Konvulsi ) sampai koma. Gambaran Klinik. Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas kelenjar ludah,keringat dan ggn saluran pencernaan,serta kesukaran bernafas.
Gejala ringan meliputi : Anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada lidah,kelopak mata,pupil miosis.
Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif ,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningal.
Pada klien dengan gantung diri akan mengalami kekurangan oksigen hebat sehingga dapat terjadi kematian, Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Manifestasi kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi. Yang paling membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20 detik.
Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam laktat.6,7
Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu akibat ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan ringan dari status mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg.
6Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian, agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan ringan dari tekanan darah.6Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi, perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi biasanya merupakan stadium preterminal pada orang dengan hipoksemia, mengindikasikan kegagalan mekanisme kompensasi.
Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia).7Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk dapat melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini disebut anoksia yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu sendiri tidak tepat. Dalam kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah: 1,4.
1.      Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia).
Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup bisa mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap gas inert, berada dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana kadar oksigen berkurang.
2.      Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia).
Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism).
3.      Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia).
Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup.Bisa karena volume darah yang kurang.
4.      Histotoksik-hipoksia (dahulu histotoxic tissue anoxia).
Pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik, hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a)      Extra celluler: system enzim oksigen terganggu. Misalnya pada keracunan HCN, barbiturate dan obat-obat hypnotic.
Pada keracunan HCN, cytochrome enzim hancur sehingga sel-sel mati. Sedangkan barbiturate dan hypnotic hanya sebagian system cytochrome enzim yang terganggu, maka jarang menimbulkan kematian sel kecuali pada overdosis.
b)      Intra celluler: terjadi karena penurunan permeabilitas sel membrane, seperti yang terjadi pada pemberian obat-obat anesthesia yang larut dalam lemak (chloroform, ether, dll).
c)      Metabolit: sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada uremia dan keracunan CO2.
d)     Substrat: bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme kurang.Misalnya pada hipoglikemia.
Terdapat empat fase dalam asfiksia, yaitu:
1)      Fase Dispneu.
Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata. Hal ini membuat amplitude dan frekuensi pernapasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi, dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama muka dan tangan.
2)      Fase Konvulsi.
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula kejang berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akobat kekurangan O2.
3)      Fase Apneu.
Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih hebat. Pernapasan melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun,dan akibat dari relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan tinja.
4)      FaseAkhir.
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit.Fase 1 dan 2 berlangsung ±3-4 menit. Hal ini tergantung dari tingkat penghalangan O2. Bila penghalangan O2 tidak 100 %, maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Stadium asfiksia adalah:
§  Stadium pertama.
Gejala yang terjadi pada stadium ini adalah pernapasan dirasakan berat. Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dalam (frekuensi pernapasan meningkat), nadi menjadi cepat, tekanan darah meningkat, muka dan tangan menjadi agak biru.
§  Stadium kedua.
Gejala yang terjadi adalah pernapasan menjadi sukar, terjadi kongesti di vena dan kapiler sehingga terjadi perdarahan berbintik-bintik (petechie), kesadaran menurun, dan timbul kejang.
§  Stadium ketiga.
Gerakan tubuh terhenti, pernapasan menjadi lemah dan lama kelamaan berhenti, pingsan, muntah, pengeluaran kencing dan tinja, dan meninggal dunia. Korban laki-laki dapat mengeluarkan mani dan korban wanita mengeluarkan darah dari vagina.

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua golongan :
1.      Primer ( akibat langsung dari asfiksia ).
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel – sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Apa yang terjadi pada sel yang kekurangan O2 belum dapat diketahui, tapi yang dapat diketahui adanya perubahan elektrolit dimana kalium meninggalkan sel dan diganti natrium mengakibatkan terjadinya retensi air dan gangguan metabolisme. Di sini sel – sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut.Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya
kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia.Bila orang yang mengalami kekurangan anoksia dapat hidup beberapa hari sebelum meninggal perubahan tersebut sangat khas pada sel – sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Akan tetapi bila orangnya meninggal cepat, maka perubahannya tidak spesifik dan dapat dikaburkan dengan gambaran postmortem autolisis. Pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru – paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh).Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada :

a)      Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan ).
b)      Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru – paru.
c)      Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan ( traumatic asphyxia )
d.Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan, misalnya pada keracunan.Pada klien dengan kasus bunuh diri dengan cara memotong urat nadi yang dilakukan di pergelangan tangan biasanya akan mengalami syok hipovolemia. Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI.System urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi air.System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.
5.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ.

6.      PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen suicide.
Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.






BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA KLIEN DENGAN TENTAMEN SUICIDE
1.      PENGKAJIAN
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang paling penting dilakukan oleh perawat, baik pada saat penderita pertama kali masuk Rumah Sakit (untuk mengetahui riwayat penyakit dan perjalanan penyakit yang dialami pasien) maupun selama penderita dalam masa perawatan (untuk mengetahui perkembangan pasien dan kebutuhannya serta mengidentifikasi masalah yang dihadapinya).
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian:

*      Wawancara.
*      Pemeriksaan fisik.
*      Observasi atau pengamatan.
*      Catatan atau status pasien.
*      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

Pengkajian Primer meliputi:

v  Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Apakah klien dapat berbicara dan bernafas dengan mudah, nilai kemampuan klien untuk bernafas secara normal.
Pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri secara penenggelaman, mungkin akan ditemukan adanya timbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan muntah dan sesak nafas hebat.

v  Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya. Penurunan oksigen yang tajam ( 10 liter/menit ) harus dilakukan suatu tindakan ventilasi. Analisa gas darah dan pulse oxymeter dapat membantu untuk mengetahui kualitas ventilasi dari penderita.Tanda hipoksia dan hiperkapnia bisa terjadi pada penderita dengan kegagalan ventilasi seperti pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri yang dapat mengakibatkan asfiksia. Kegagalan oksigenasi harus dinilai dengan dilakukan observasi dan auskultasi pada leher dan dada melalui distensi vena.

v  Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji kemampuan venus return klien, lebih lanjut kaji output dan intake klien Penurunan kardiak out put dan tekanan darah, klien dengan syok hipovolemik biasanya akan menunjukan beberapa gejala antara lain.Urin out put menurun kurang dari 20cc/jam, Kulit terasa dingin, Gangguan fungsi mental, Takikardi, Aritmia

v  Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar.Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah:

A:Awakening
V:Respon Bicara
P:Respon Nyerin
U: Tidak Ada Nyeri.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penrunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.

v  Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan atau cidera yang berhubungan dengan keseimbangan cairan atau trauma yang mungkin dialami oleh klien dengan tentamen suicide, beberapa klien dengan tentamen suicide akan mengalami trauma pada lokasi tubuh percobaan bunuh diri tersebut, misalnya di leher, pergelangan tangan dan dibagian-bagian tubuh yang lain.
Pengkajian sekunder
*      Data pasien.
Data pasien merupakan identitas pasien yang meliputi.
o   Nama.
o   Usia,jenis kelamin.
o   Kebangsaan/suku.
o   Berat badan, tinggi badan.
o   Tingkat pendidikan.
o   Pekerjaan.
Status perkawinan.
o   Anggota keluarga.
o   Agama.
o   Kondisi medis, prosedur pembedahan.
o   Masalah emosional.
o   Dirawat di RS sebelumnya.
o   Pengobatan sebelumnya.
o   Alergi.
o   Review sistem tubuh (pada sistem utama yang mengalami gangguan)
Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan percobaan bunuh diri.






2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif.
2.      Kekurangan voleume cairan.
3.      Pola nafas tidak efektif.
4.      angguan pertukaran gas.
5.       Gangguan perfusi jaringan



3.      INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Diagnossa keperawatan 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektifNOC: Status Pernapasan:Ventilasi.
Tujuan:Bersihan jalan napas kembali efektif.
KH:
»     Menunjukkan jalan napas paten dg bunyi napas bersih
»     Tidak ada dipsneu
»     Sekret dapat keluar.
NIC: Pengelolaan Jalan Napas.
a.       Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
b.      Auskultasi area paru, catat area penurunan udara.
c.       Bantu pasien latihan nafas dalam dan melakukan batuk efektif.
d.      Berikan posisi semifowler dan pertahankan posisi anak.
e.       Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi.
f.       Kaji vital sign dan status respirasi.
g.      Kolaborasi pemberian oksigen dan obat bronkodilator serta mukolitik ekspektoran.

2.      Diagnosa keperawatan 2 : Kekurangan volume cairan:Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolitadekuat.
NOC:Fluid balance.
Kriteria hasil:
1)      Mempertahankan urine output sesuai berat badan.
2)      Tanda-tanda vital dalam batas normal.
3)      Tidak ada tanda dehidrasi, turgor kulit baik, mukosa lembab.

ü  Skala penilaian NOC :
o   Tidak pernah menunjukan:
o   Jarang menunjukan
o   Kadang menunjukan
o   Sering menunjukan
o   Selalu menunjukan

ü  NIC : Fluid management
o   Pertahankan intake dan output sesuai berat badan.
o   Monitor status hidrasi.
o   Monitor TTV.
o   Kolaborasi pemberian cairan IV
o   Anjurkan pasien untuk meningkatkan masukan makanan dan cairan
o   Monitor adanya tanda dehidrasi, turgor kulit dan mukosa bibir

3.      Diagnose keperawatan 3 : Pola nafas tidak efektif.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa bernafas dengan lega dengan criteria hasil :
-          respirasi 20x/mnt
-          pasien tidak terengah – engah dalam bernafas.
-          pasien tampak rileks.


Intervensi :

·         Berikan terapi oksigen
Rasional : membantu mencukupi kebutuhan oksigen.
·         Berikan posisi tendelenberg.
Rasional : meningkatkan aliran balik vena.
·         Observasi TTV, terutama respirasi tiap 4 jam sekali.
Rasional : membantu mengevaluasi perkembangan pola nafas.
·         Kolaborasi medis untuk pemberian obat golongan epinefrin
Rasional : membantu pembuluh kapiler dilatasi

4.      Diagnosa keperawatan 4 : gangguan pertukaran gas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas lancar.
NOC:Respiratory status : gas exchange.

Kriteria hasil :
v  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat.
v  Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan
v  Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Keterangan skala :
1        = Tidak pernah menunujukkan
2        = Jarang menunjukkan
3        = Kadang menunjukkan
4        = Sering menunjukkan
5        = Selalu menunjukkan.
NIC : Airway management.
Aktivitas :
·         Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thurst bila perlu.
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.
·         Berikan bronkodilator bila perlu.
·         Monitor konsentrasi dan status oksigen.
5.      Diagnose keperawatan 5 : gangguan perfusi jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi pada jaringan serebral.
   NOC I: Status sirkulasi

o   Tekanan darah sistol normal
o   Tekanan darah diastole normal
o   Denyut nadi normal
o   Tekanan vena sentral normal
o   Tekanan paru paru normal
o   Denyut jantung normal
o   Irama jantung normal
o   Perbedaan oksigen darah di arteri dan vena normal
Keterangan Skala:

1        =Tidak pernah menunjukan
2        = Jarang menunjukan
3        = Kadang menunjukan
4        = Sering menunjukan
5        = Selalu menunjukan.

NIC

1.      Awasi sirkulasi
a.       Evaluasi adanya edema perifer dan nadi
b.      Lihat / kaji kulit ada luka atau tidak
c.       Kaji derajat ketidaknyamanan atau nyeri
d.      Ekstermitas bawah direndahkan untuk meningkatkan sirkulasi arteri
e.       Ganti posisi pasien paling sedikit 2 jam
f.       Monitor stress cairan, ternasuk cairan dan keluaran.


4.      RENCANA EVALUASI

1)      Diagnossa keperawatan 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif
NOC: Status Pernapasan: Ventilasi
Tujuan: Bersihan jalan napas kembali efektif
KH:
§  Menunjukkan jalan napas paten dg bunyi napas bersih ( 4 )
§  Tidak ada dipsneu ( 4 )
§  Sekret dapat keluar ( 5 )

2)      Diagnosa keperawatan 2 : Kekurangan volume cairan
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit adekuat.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
§  Mempertahankan urine output sesuai berat badan ( 4 )
§  Tanda-tanda vital dalam batas normal ( 5 )
§  Tidak ada tanda dehidrasi, turgor kulit baik, mukosa lembab. ( 5 )

3)      Diagnose keperawatan 3 : Pola nafas tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa bernafas dengan lega dengan criteria hasil :
·         respirasi 20x/mnt ( 5 )
·         pasien tidak terengah – engah dalam bernafas ( 5 )
·         pasien tampak rileks ( 5 )

4)      Diagnosa keperawatan 4 : gangguan pertukaran gas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas lancar.
NOC : Respiratory status : gas exchange
Kriteria hasil :
a.  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat ( 4 )
b.  Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernafasan  ( 5 )
c.  Tanda-tanda vital dalam rentang normal. ( 5 )

5)      Diagnose keperawatan 5 : gangguan perfusi jaringan
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi pada jaringan serebral
NOC I: Status sirkulasi
a.       Tekanan darah sistol normal ( 4 )
b.      Tekanan darah diastole normal ( 4 )
c.       Denyut nadi normal ( 4 )
d.      Tekanan vena sentral normal ( 4 )
e.       Tekanan paru paru normal ( 4 )
f.       Denyut jantung normal ( 4 )
g.      Irama jantung normal ( 5 )
h.       Perbedaan oksigen darah di arteri dan vena normal ( 4 )

















DAFTAR PUSTAKA
Tahir, Edi. 2010. Askep Klien Tentamen suicide, available at http://tenriawaruemergency.blogspot.com/2010/06/askep-klien-tentamen-suicide.html diakses pada tanggal 25 Mei 2011.
Raharjo, Teguh. 2011. Makalah Bunuh Diri Suicide. Available at http://www.scribd.com/doc/23421661/Makalah-Bunuh-Diri-Suicide# diakses pada tanggal 25 Mei 2011.
Wicaksono, Deni. 2011. Mekanisme Syok Hypovolemik available at http://requestartikel.com/db/mekanisme+syok+hipovolemik.html diakses pada tanggal 25 Mei 2011.
Kurniawati, Sri. 2010. Asfiksia, available at http://midwiferyeducator.wordpress.com/2010/01/20/asfiksia/ diakses pada tanggal 25 Mei 2011.
Anonim. 2011. Asuhan keperawatan pada pasien perdarahan available at http://www.scribd.com/doc/36382706/Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-Perdarahan diaskses pada tanggal 26 Mei 2011.
Anonim. 2011. Askep percobaan bunuh diri. Available at http://ners-blog.blogspot.com/2011/02/askep-percobaan-bunuh-diri.html diakses pada tanggal 26 Mei 2011.
Muhaj, Khaidir. 2009. Askep keracunan. Available at http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/07/askep-keracunan.html diakses pada tanggal 25 Mei 2011.
Wikipedia. 2011. Bunuh diri. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri diakses pada tanggal 25 mei 2011.
Kapita Selekta kedokteran, editor, Mansjoer Arif (et.al) ed.III, ce. 2.1999. Pasien dengan Tentamina Suicidum Media Aesculapius: Jakarta.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar